Skleroderma adalah penyakit autoimun langka yang memengaruhi jaringan ikat di seluruh tubuh, menyebabkan penebalan dan pengerasan kulit serta organ internal. Nama “skleroderma” berasal dari kata Yunani, “sklero” yang berarti keras dan “derma” yang berarti kulit. Meskipun kondisi ini dapat memengaruhi berbagai bagian tubuh, skleroderma lebih dikenal karena dampaknya pada kulit. Namun, penyakit ini juga dapat melibatkan organ-organ dalam, termasuk jantung, paru-paru, ginjal, dan saluran pencernaan.
Skleroderma merupakan salah satu jenis penyakit jaringan ikat, yang terjadi ketika sistem kekebalan tubuh menyerang jaringan tubuh sendiri, mengakibatkan peradangan, penebalan, dan fibrosis (pembentukan jaringan parut). Penyakit ini dapat berkembang perlahan dan bervariasi dalam tingkat keparahan, dari bentuk yang ringan hingga bentuk yang sangat parah yang dapat mengancam jiwa.
Jenis-Jenis Skleroderma
Skleroderma dibagi menjadi dua jenis utama, yaitu:
1. Skleroderma Terbatas (Limited Scleroderma)
- Pada skleroderma terbatas, pengerasan kulit biasanya terbatas pada area tubuh yang lebih kecil, seperti tangan, lengan bawah, dan wajah. Dalam beberapa kasus, penyakit ini bisa berkembang lebih lambat, dan organ dalam seperti paru-paru dan jantung juga dapat terlibat.
- Salah satu bentuk skleroderma terbatas adalah Sindrom CREST, yang merupakan singkatan dari Calcinosis, Raynaud’s phenomenon, Esophageal dysmotility, Sclerodactyly, dan Telangiectasia. Ini mengacu pada lima gejala utama yang sering terjadi pada pasien dengan skleroderma terbatas.
2. Skleroderma Sistemik (Diffuse Scleroderma)
- Skleroderma sistemik adalah bentuk yang lebih parah, di mana pengerasan kulit terjadi lebih luas, mencakup tubuh bagian atas dan bahkan organ dalam. Penyakit ini berkembang lebih cepat dan seringkali lebih parah. Organ seperti paru-paru, jantung, dan ginjal sering terpengaruh dalam skleroderma sistemik.
Penyebab Skleroderma
Penyebab pasti skleroderma belum sepenuhnya dipahami, tetapi para ilmuwan percaya bahwa penyakit ini dipicu oleh kombinasi faktor genetik, lingkungan, dan gangguan sistem kekebalan tubuh. Berikut adalah beberapa faktor yang dapat berperan dalam menyebabkan skleroderma:
1. Gangguan Sistem Kekebalan Tubuh
- Skleroderma adalah penyakit autoimun, yang berarti sistem kekebalan tubuh keliru menyerang jaringan tubuh sendiri. Pada skleroderma, sel-sel sistem kekebalan tubuh berperan dalam memproduksi terlalu banyak kolagen, protein yang membuat kulit dan organ dalam menjadi kaku dan keras.
2. Faktor Genetik
- Faktor genetik dapat meningkatkan risiko seseorang untuk mengembangkan skleroderma. Meskipun penyakit ini tidak menular, individu yang memiliki riwayat keluarga dengan penyakit autoimun atau skleroderma mungkin lebih rentan terhadap penyakit ini. Namun, sebagian besar kasus skleroderma terjadi pada orang yang tidak memiliki riwayat keluarga dengan penyakit ini.
3. Faktor Lingkungan
- Paparan terhadap bahan kimia, seperti solvent, silika, atau pestisida, telah dikaitkan dengan peningkatan risiko skleroderma. Stres, infeksi tertentu, atau trauma fisik juga dapat berkontribusi dalam memicu timbulnya skleroderma pada individu yang rentan.
4. Faktor Hormon
- Skleroderma lebih umum terjadi pada wanita, terutama di usia dewasa muda hingga paruh baya. Hal ini menunjukkan adanya peran hormon dalam pengembangan penyakit ini. Wanita lebih sering mengidap penyakit autoimun secara umum, dan hormon estrogen mungkin memainkan peran dalam mempengaruhi respons kekebalan tubuh.
Gejala Skleroderma
Gejala skleroderma sangat bervariasi tergantung pada jenis dan tingkat keparahan penyakit. Beberapa gejala paling umum yang terkait dengan skleroderma meliputi:
1. Pengerasan Kulit
- Gejala utama skleroderma adalah pengerasan dan penebalan kulit, yang sering dimulai pada jari tangan dan kaki, dan dapat menyebar ke lengan, wajah, dan tubuh bagian lainnya. Kulit bisa terasa kaku, kering, dan tegang, dan pasien sering mengalami kesulitan untuk melenturkan atau menggerakkan jari-jarinya.
2. Fenomena Raynaud
- Fenomena Raynaud adalah kondisi di mana pembuluh darah kecil di jari tangan dan kaki menyempit saat terpapar dingin atau stres, menyebabkan jari-jari tersebut berubah warna (menjadi putih atau biru) dan terasa mati rasa atau dingin. Gejala ini sering terjadi pada pasien skleroderma, terutama pada skleroderma terbatas.
3. Kesulitan Menelan (Disfagia)
- Pengerasan jaringan di sekitar esofagus (kerongkongan) dapat mengganggu kemampuan untuk menelan makanan atau minuman. Hal ini menyebabkan kesulitan menelan atau bahkan perasaan tersangkut di tenggorokan.
4. Nyeri dan Pembengkakan Sendi
- Nyeri sendi, kekakuan, dan pembengkakan adalah gejala yang umum, terutama pada orang yang menderita skleroderma sistemik. Hal ini bisa disebabkan oleh peradangan pada sendi dan jaringan sekitar.
5. Perubahan pada Wajah
- Pengerasan kulit pada wajah dapat membuat kulit menjadi tegang, mengurangi ekspresi wajah, dan menyebabkan mulut menjadi lebih sulit dibuka. Pasien dengan skleroderma juga sering mengalami kekeringan pada mata dan mulut akibat kerusakan pada kelenjar penghasil air liur.
6. Masalah Pernapasan
- Pada skleroderma yang melibatkan paru-paru, pasien mungkin mengalami sesak napas, batuk kronis, atau infeksi paru-paru berulang. Hal ini disebabkan oleh pengerasan jaringan paru-paru, yang mengganggu fungsi pernapasan.
7. Masalah Pencernaan
- Pengerasan usus dapat menyebabkan gangguan pencernaan, seperti sembelit, diare, atau refluks gastroesofagus (GERD). Hal ini terjadi karena pergerakan makanan dalam saluran pencernaan menjadi terhambat.
8. Kelelahan
- Kelelahan ekstrem adalah gejala umum yang sering dialami oleh penderita skleroderma, yang dapat disebabkan oleh peradangan tubuh, gangguan pada organ dalam, dan masalah pencernaan.
9. Kehilangan Berat Badan
- Beberapa penderita skleroderma mengalami penurunan berat badan yang signifikan, meskipun mereka tidak mengubah pola makan mereka. Hal ini sering kali terkait dengan gangguan pencernaan dan penurunan kemampuan tubuh untuk menyerap nutrisi dengan baik.
Pengobatan Skleroderma
Skleroderma tidak dapat disembuhkan, tetapi pengobatan dapat membantu mengelola gejala, memperlambat perkembangan penyakit, dan meningkatkan kualitas hidup pasien. Pengobatan yang diberikan tergantung pada jenis dan tingkat keparahan penyakit, serta organ yang terlibat.
1. Obat-Obatan untuk Mengendalikan Peradangan
- Imunosupresan: Obat-obatan seperti methotrexate, mycophenolate mofetil, atau azathioprine digunakan untuk menekan sistem kekebalan tubuh dan mengurangi peradangan.
- Kortikosteroid: Obat ini dapat digunakan untuk mengurangi peradangan akut, tetapi penggunaan jangka panjang dapat memiliki efek samping yang signifikan.
- Antimalaria: Obat seperti hydroxychloroquine dapat digunakan untuk membantu mengurangi peradangan dan mencegah kerusakan lebih lanjut pada kulit dan organ.
2. Pengobatan untuk Masalah Paru-Paru
- Jika paru-paru terlibat, pengobatan dapat mencakup penggunaan obat penghambat fibrosis paru seperti pirfenidone dan nintedanib, serta obat bronkodilator untuk membantu pernapasan.
- Dalam beberapa kasus, transplantasi paru-paru mungkin diperlukan jika kerusakan paru-paru sangat parah.
3. Pengelolaan Masalah Pencernaan
- Pasien dengan masalah pencernaan mungkin diberikan obat untuk mengendalikan refluks asam, sembelit, atau diare. Prokinetik atau obat untuk meningkatkan motilitas usus juga dapat membantu memperbaiki gangguan pencernaan.
4. Fisioterapi dan Terapi Pekerjaan
- Fisioterapi dapat membantu mengurangi kekakuan pada sendi dan otot, serta meningkatkan rentang gerak tubuh. Terapi pekerjaan juga dapat membantu pasien belajar cara-cara untuk mengelola aktivitas sehari-hari meskipun ada keterbatasan fisik.
5. Perawatan Kulit
- Untuk mengatasi pengerasan kulit, pelembab dan salep dapat membantu menjaga